Tafsir Q.S. Al-Humazah

 

Sabab An-Nuzul (sebab turunnya) Surat Al-Humazah:

Para ulama berbeda pendapat mengenai sebab nuzul surah ini, yaitu: [1]

  • Riwayat Ibn Hatim: diturunkan berkenaan perbuatan (ulah) Ubay Ibn Khalaf
  • Riwayat Ibn As-Suddi: diturunkan berkenaan dengan perbuatan Al-Akhnas Ibn Suraiq
  • Riwayat Ibn Jarir: diturunkan berkenaan perbuatan Jamil Ibn Amir Al-Jumahi
  • Riwayat Ibn Al-Mundzir dari Ibn Ishaq: diturunkan karena ulah Umayyah Ibn Khalaf yang setiap kali melihat Rasulullah SAW, dia selalu mencaci dan mencela beliau SAW.

Jika merujuk kepada Tafsir Al-Jalalain, seluruh riwayat di atas tentunya tidak saling kontradiksi, sebab Imam Jalaluddin Al-Mahalli mengatakan bahwa surat ini diturunkan untuk mengutuk orang-orang yang sering kali berbuat ghibah kepada Nabi SAW dan kaum mukminin seperti Umayyah Ibn Khalaf, Al-Walid Ibn Al-Mughirah dan selain keduanya.[2] [3]

 

Q.S. Al-Humazah ayat 1 :

وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ

“ Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela.”

Ayat ini diawali dengan kata “ويل”, kata “wail” merupakan kata yang bermakna do’a kehancuran[4] yang ditujukan untuk seseorang. Jika kata wail berasal dari Allah, maka maknanya adalah kutukan kehancuran atau kebinasaan bagi seseorang dalam hidupnya.

Kata wail juga dimaknakan sebagai lembah yang ada di neraka Jahannam.[5]

Kata wail juga bisa diartikan sebagai salah satu kata yang dimaksudkan untuk merendahkan orang atau kalimat yang bermakna keputus-asaan atau juga kalimat yang bermakna buruknya pekerjaan seseorang.[6]

JIka melihat ragam tafsir para ulama mengenai kata wail pada ayat ini, maka kata tersebut merupakan ancaman atau kutukan, ancaman neraka, ancaman kehancuran dan kebinasaan hidup  dari Allah  kepada orang-orang yang mengumpat, menggunjing, mencela dan menghina orang-orang yang beriman, yang berjuang menegakkan agama Allah sebagaimana Allah mengancam orang-orang yang melakukan hal tersebut kepada Rasulullah SAW dam para sahabat.

Salah satu hikmah paling dalam yang bisa kita tadaddburi dari ayat ini adalah betapa besarnya dosa menggunjing, mencela dan menghina para alim ulama dan orang-orang yang berjuang di jalan Allah, baik yang melakukan hal itu adalah muslim maupun non muslim, naudzubillah !

“Kalo kate orang betawi sih, kualat ame kyai!”

 

Q.S. Al-Humazah Ayat 2

ٱلَّذِى جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ

 “Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya.”

Setelah kita mengetahui bahaya besar Humazah, Allah SWT melanjutkan peringatannya kepada kita semua bahwa yang melandasi sikap Humazah adalah hobi mengumpulkan uang. Ketertarikan pada hobi inilah yang membuat seseorang selalu ingin menumpuk hartanya dan takut berkurang.[7]

Ketika obsesinya tercapai, dia merasa besar, sombong dan maunya merendahkan orang lain saja! Dia akan sangat terganggu dengan kehadiran orang-orang  baik disekitarnya. Dia khawatir dengan kemunculan orang-orang dermawan, orang jujur dan pejuang Amar Ma’ruf Nahi Munkar! Dia khawatir jika kehadiran mereka ini menjegal langkahnya untuk menjadi orang yang bisa berbuat sesuka hati. Ia khawatir jika mereka bisa menghilangkan “pengaruhnya” di depan publik sehingga tidak lagi leluasa menghujat, membunuh karakter orang yang dia benci dan tidak bisa menjatuhkan lawannya. Orang-orang seperti ini sangat kikir bin medit alias pelit (saudara kembarnya koret) jika diminta membantu kegiatan sosial keagamaan karena dianggap tidak ada sisi keuntungan untuk dirinya.  Berbanding terbalik jika ada orang yang menawarkan jasa “dongkrak popularitas”. Untuk yang ini, dia tidak segan-segan mengeluarkan “cuan segunung” karena dianggap sangat menguntungkan dirinya. “Cuan segunung kaga masalah. Duit segitu bakal balik ke gue berlipat-lipat! Hobah!” itulah kalimat yang selalu terngiang-ngiang di benak si Humazah.

Penjelasan saya ini bukan untuk menggiring pembaca jadi takut kaya, bukan! Kaya boleh, tapi jangan jadi konglomerat gagal seperti Qarun yang dijebloskan oleh Allah ke dasar bumi. Kaya boleh, tapi jangan kaya si Abu Lahab, Umayyah Ibn Khalaf dan Al-Walid Ibn Al-Mughirah yang kerjaannya selalu menjatuhkan Rasullah. Tulisan  ini merupakan peringatan sekaligus motivasi agar umat Islam menjadi umat yang kuat ekonominya, kuat ilmunya, kuat politiknya, kuat kualitasnya dan jangan mau jadi “kambing conge” si Humazah-himazah ini.

 

 Q.S. Al-Humazah ayat 3

يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُۥٓ أَخْلَدَهُۥ

“Dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya.”

Ayat ini masih melanjutkan ciri-ciri dari para pengumpat. Jika ayat 2 menerangkan bahwa mereka sangat cinta dunia dan menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekayaan, maka ayat 3 ini melanjutkan efek dari cinta dunia level akut tersebut.

Si pengumpat ini mengira bahwa harta yang dia dapatkan itu bisa membuatnya kekal alias tidak mati. Prasangka itu terjadi karena terlalu panjang angan-angan.[8] Saakan-akan jika hartanya banyak, dia merasa gagah terus, jaya terus, kuat terus, berpengaruh terus, kaya terus sehingga dia lupa bahwa rambut semakin beruban, penglihatan sudah semakin lemah dan kulit semakin keriput. Sekalipun dia berasa sudah tua, dia akan selalu mencari cara agar awet muda dengan uangnya. Dengan uangnya itu, masalah keriput bisa diatasi dengan operasi plastik. Masalah ubanan bisa dicat! Masalah lamur bisa dilaser koq! Inilah yang membuat dia lupa dengan “ketuannya”. Inilah yang dimaksud bahwa ia menyangka dengan kekayaan yang dimiliki seolah-olah dia tidak akan mati.

Pola sangka atau pola fikir semacam ini sangat berbahaya! Semakin tua semakin lacur! Semakin tua semakin korup! Semakin tua semakin zhalim! Semakin tua semakin glamour! Akhirnya mati dalam keadaan zhalim, mati dalam keadaan lacur, korup dan hedon!

“Lih, nyang engkong kage demenin nih, ade orang tue bangke kaye engkong tapi lagunye masih kaye anak mude aje.  Masih demen nongkrong aje, masih seneng dugem aje. Masih seneng nyawer aje! Masih ganjen aje. Masih banting gaple aje. Harusnye orang kaye die nih pantes banget kalo sarungan, peci, koko trus betah di masjid. Pantes banget dah orang kaye die dzikir sambil nunggu Izroil silaturahim!” kata kong Ali kepada cucunya, Malih.

 

Q.S. Al-Humazah Ayat 4

كَلَّا لَيُنۢبَذَنَّ فِى ٱلْحُطَمَةِ

 “Sekali-kali tidak! Pasti dia akan dilemparkan ke dalam (neraka) Huṭamah.”

 Q.S. Al-Humazah Ayat 5

وَ مَآ أَدْرَىٰكَ مَا ٱلْحُطَمَةُ

“Dan tahukah kamu apakah (neraka) Huṭamah itu?”

 

 Q.S. Al-Humazah Ayat 6

نَارُ ٱللَّهِ ٱلْمُوقَدَةُ

“(Yaitu) api (azab) Allah yang dinyalakan,”

 

 Q.S. Al-Humazah Ayat 7

ٱلَّتِى تَطَّلِعُ عَلَى ٱلْأَفْـِٔدَةِ

“yang (membakar) sampai ke hati.”

 Q.S. Al-Humazah Ayat 8

إِنَّهَا عَلَيْهِم مُّؤْصَدَةٌ

 “Sungguh, api itu ditutup rapat atas (diri) mereka,”

 Q.S. Al-HUmazah Ayat 9

فِى عَمَدٍ مُّمَدَّدَةٍۭ

 “(sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.”

Setelah Allah SWT menerangkan ciri Hammaz dan Lammaz (pencela dan pengumpat), Allah memperingatkan kita agar tidak meniru mereka. Kata “kalla” merupakan kata yang bermakna sanggahan terhadap apa yang diyakini atau disangka oleh Hammaz dan Lammaz sebagaimana ayat sebelumnya.[9] Yang Namanya salah atau keliru, ya jangan ditiru! Mereka sudah pasti nantinya akan dicampakkan ke Huthamah, yaitu neraka Jahannam. Huthamah merupakan salah satu dari nama neraka. Dinamakan Huthamah karena setiap apa saja yang dilemparkan ke dalamnya akan hancur berkeping-keping.[10]

Api Huthamah membakar semua anggota tubuh penghuninya dan apabila api itu sampai ke hatinya dan mencapai kerongkongannya, maka kembalilah api itu ke tubuhnya dan begitu seterusnya![11] Mereka tidak bisa keluar dari Huthamah karena ditutup rapat-rapat oleh Allah SWT. Setiap saat mereka dibakar dalam keadaan terpangggang di tiang-tiang yang panas.

 

 Wallahu A’lam.

Ridwan Shaleh

 

 

[1]  Lihat Lubab Al-Mnaqul Fi Asbab An-Nuzul Lis- Suyuthi, Muassasah Al-Kutub Ats-Sihafiyyah, Beirut: 1422 H, hal 305.

[2] Lihat Tafsir Jalalain

[3] Lihat Tafsir Al-Bahr Al-Muhit Li Abi Hayyan Al-Andalusi, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, Beitut: 1413 H, Huz 8, hal. 509

[4] Lihat Hasyiyah As-Shawi Al-Maliki, Dar Al-Jil, Beirut: t.t. Juz 4, hal. 332

[5] Banyak mufassir yang mnafsirkan kata wail dengan mkna tersebut, diantaranya Jalaluddin Al-Mahalli dalam Tafsir Jalalain dan As-Samin Al-Halabi dalam kitabnya Umdat Al-Huffazh,

[6] Lihat Al-Lubab Fi Ulum Al-Kitab Li Ibn Adil Ad-Dimasyqi, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, Beirut: 1419 H, Juz 20, hal. 490

[7] Lihat Tafsir Fenomenal Mafatih Al-Ghaib, Al-Imam Fakhruddin Al-Razi. Dar Al-Fikr, Beirut: 1401 H, Jz 32 hal. 92

[8] Lihat Mafati Al-Ghaib, Fakhruddin Ar-Razi, Dar Al-Fikr, Beirut: 1401 H, Juz 32 hal. 93.

[9] Lihat Tafsir Jalalain Q.S. Al-Humazah ayat 4

[10] Lihat Tafsir Al-Baghawi dan jga Ibn Katsir.

[11] Lihat Tafsir Ibnu Katsir

Donasi PKH