Tafsir Surat At-Takatsur

 

سورة التكاثر

Surat At-Takatsur

( Saling bermegah-megahan)

 

 Muqaddimah

Surat At-Takatsur tergolong Surat Makkiyah.

Jumlah ayat : 8

Jumlah kata : 28 (Abu Amr Ad-Dani, Al-Bayan Fi Addi Ay Al-Qur’an)[1]

Jumlah huruf : 120[2]

Sebab nuzul (sebab surat ini diturunkan) :

Al-Wahidi mengutip riwayat dari Muqatil dan Al-Kalbi sebagai berikut[3] :

Surat ini diturunkan lantaran ada dua klan terkemuka dari suku Quraisy yaitu Bani Abdi Manaf dan Bani Sahm. Kedua klan ini saling berbangga dengan dengan jumlah sayyid (tuan) dan orang-orang mulia diantara mereka. Dan faktanya benar saja bahwa Bani Abdi Manaflah yang terbanyak jumlah pemuka dan orang-orang yang dimuliakan.

Bani Sahm tidak mau kalah dengan bani Abdi Manaf. Mereka mengatakan Siapakah yang terbanyak dari klan kita yang sudah mati ? Mereka mengunjungi pemakaman para pendahulu mereka untuk menghitungnya. Ternyata jumlah leluhur Bani Sahm mereka lebih banyak dari Klan Bani Abdi Manaf karena semasa jahiliyah dulu jumlah mereka paling banyak dibandingkan klan-klan lain dari suku Quraisy.

Jika berpegang pda riwayat ini, maka setidaknya pesan yang ingin disampaikan oleh Allah melalui surat ini adalah  agar kita tidak saling berbangga dengan apa yang kita miliki dan akan kita miliki Janganlah kita meniru persaingan Bani Abdi Manaf dan Bani Sahm hanya karena ingin dipandang paling mulia diantara mereka. Akibat persaingan yang tidak  sehat inilah yang nantinya akan melalaikan tugas pokok seorang hamba untuk melaksanakan perintah-Nya.

Secara tekstual, At-Takatsur artinya “saling berbanyak-banyakan”. Kalo kate betawi sih “Maen banyak-banyakan” biar dibilang die paling kaye, die paling hebat atawe die paling keliatan top markotop !

Efek dari bermegah-megahan adalah sombong-sombongan, saing-saingan dan berujung saling membenci dan kufur ni’mat, Naudzu Billah !

Tafsir :

Ayat 1-2

أَلْهَىٰكُمُ ٱلتَّكَاثُرُ ﴿١﴾  حَتَّىٰ زُرْتُمُ ٱلْمَقَابِرَ ﴿٢

 (1). Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,

(2). sampai kamu masuk ke dalam kubur.

Allah SWT bukan hanya menciptakan manusia saja, tapi dengan kasih sayang-Nya, Ia juga menciptakan fasilitas bagi manusia untuk hidup dengan nyaman. Rasa kenyamanan itu seharusnya dapat meningkatkan kesadaran  sepenuhnya bahwa tujuan mereka diciptakan tak lain hanyalah untuk beribadah kepada Allah. Karena beribadah itu harus maksimal, maka Allah mewanti-wanti para hamba-Nya agar jangan lalai apalagi sampai meninggalkan ibadah kepada-Nya.

Dalam KBBI, lalai itu artinya kurang hati-hati, tidak mengindahkan sesuatu (pekerjaan, kewajiban dan sebagainya), lengah, tidak ingat karena asyik melakukan suatu pekerjaan dan terlupa . Lalai itu berbahaya dan  bisa menyebabkan celaka. Apa yang terjadi jika supir truk gandengan lalai dalam mengemudi ? Bagaimana jadinya jika seorang dokter lalai dalam memberikan resep obat kepada pasien ? Hancur ! Itu baru lalai dalam urusan dunia. Bagaimana jadinya lalai terhadap urusan ibadah ? Ya jelas celaka, neraka urusannya !

At-Takatsur yang artinya saling bermegah-megahan atau saling berbanyak-banyakan dalam hal kedunian merupakan perkara yang bisa melalaikan manusia dari taat kepada Allah. Jika diartikan dalam konteks kekinian, At-Takatsur merupakan gaya hidup untuk menunjukkan prestise individu dari sisi negatif. At-Takatsur bisa dalam hal kekayaan, jabatan strata sosial dan lain-lain.

At-Takatsur itu berawal dari kufur nikmat. Rasa ketidakpuasan dengen rezeki dan keserakahan itulah yang membuat orang ingin memperolehnya dengan segala cara.Tidak peduli halal haram, sikut-sikutan dan saling menjatuhkan bukan lagi halangan, yang penting kaya dan naik jabatan !

Jika At-Takatsur sudah menjadi pola hidup dan harga mati, maka sulit sekali untuk sadar dan bertaubat. Susah dinasihati ! Walhasil, At-Takatsur itu baru berhenti jika sang empunya dimasukkan ke lubang tanah ukuran 2 m x 1 m.

Karena kasih sayang yang teramat dalam, Allah mengingatkan kepada kita agar jangan sampai dilalaikan oleh At-Takatsur. Jangan sampai yang tadinya rajin shalat akhirnya jadi setengah rajin bahkan sampai meninggalkan total akibat terlena denga  At-Takasur.

 

عَنْ عَبَّاسِ بْنِ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ الزُّبَيْرِ عَلَى الْمِنْبَرِ بِمَكَّةَ فِى خُطْبَتِهِ يَقُولُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَقُولُ « لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِىَ وَادِيًا مَلأً مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا ، وَلَوْ أُعْطِىَ ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا ، وَلاَ يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ

Dari Ibn ‘Abbas bin Sahl bin Sa’ad, ia berkata bahwa ia pernah mendengar Ibnu Az Zubair RA berkata di Makkah di atas mimbar saat khutbah, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi SAW  bersabda: Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang ketiga. Tidak ada yang bisa menghalangi isi perutnya selain tanah. Dan Allah Maha Menerima taubat siapa saja yang mau bertaubat.” (HR. Bukhari).

 

Ayat 3-4 :

كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ﴿٣﴾  ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ﴿٤﴾

(3). Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),

(4). Kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui.

Ayat ke-4 merupakan ta’kid (penguat) ayat ke-3. Warning berulang ini menunjukkan larangan keras berbuat At-Takatsur. Al-Qurthubi mengutip salah satu qaul Ibn Abbas bahwa makna ayat ke-3 adalah kelak kamu akan mengetahui mengetahui siksaan di dalam kubur. Sedangkan makna ayat ke-4 adalah kamu akan mengetahui siksa di akhirat.[4]

Rugi sekali bagi orang yang dilalaikan At-Takatsur. Alih-alih mencari kesenangan dan kebahagian sesuai hawa nafsunya, tapi celaka di alam barzakh dan akhirat. Senang sesaat tapi malang berkepanjangan. Yang lebih kasihan lagi adalah mereka yang belum berhasil kaya lantara mengikuti selera “At-Takatsur” namun mati di tengah jalan. At-Takatsur itu bukan Cuma mereka yang sudah berhasil kaya saja. At-Takasur itu bukan hasil, tapi pola hidup yang mengikuti hawa nafsu. Walaupun masih miskin, namun dalam hidupnya terus berupaya untuk “At-Takatsur” karena kufur nilmat ya termasuk. Sudah jatuh tertimpa tangga, ember dan dan gayung !

Wahai kaum muslimah, ingatkan suami kalian jika ada gelagat At-Taksur dalam gaya hidup mereka ! Wahai para suami beriman, nasihati istri kalian jika ada gelagat At-Takatsur dalam hidup mereka. Didiklah anak-anak kalian dengan kesederhanaan, zuhud dan berjiwa sosisal tinggi. Jika kalian hidup dalam kemegahan dan kemewahan maka syukurilah. Wujudkan syukur kalian dengan ketaatan ibadah dan kedermawanan. Contohlah nabi Sulaiaman !

Orang yang menyadari bahaya “At-Takatsur” akan hidup dengan tenang. Dia tidak diperbudak harta. Dia tidak kikir bin bakhil. Dia akan berfikir bahwa kekayaan, jabatan dan ketenaran merupakan rezeki dan titipan dari Allah yang harus disyukuri dan bermanfaat untuk banyak orang dan tentunya kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah.

 

 Ayat 5-7

كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ ٱلْيَقِينِ ﴿٥﴾  لَتَرَوُنَّ ٱلْجَحِيمَ ﴿٦﴾  ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ ٱلْيَقِينِ ﴿٧

(5). Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti,

(6). niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim,

(7). kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri,

Warning akan bahaya At-Takatsur kembali diulang oleh Allah. Jikalah kalian mengetahui dengan pasti bahaya At-Takatsur itu, kalian akan berupaya keras untuk menghindarinya. Jika kalian tetap melalikannya, maka kalian dengan pasti akan melihat Neraka Jahim. Dan lagi-lagi, Allah kembali memberikan warning, kalian benar-benar akan melihatnya dengan pasti !

Jika kita hitung, warning dari Allah akan bahaya At-Takatsur  itu berjumlah 5 kali, 3 kali dengan sighat “Kalla” yang terdapat pada ayat ke-3, 4 dan 5 dan dengan menggunakan ”‘Lam Taukid ditambah Nun Taukid Tsaqilah”. Jika warningnya sampai 5 kali, maka sudah pasti bahwa At-Takatsur itu sangat berbahaya !

Neraka itu tidak layak bagi orang-orang yang beriman. Dia hanya layak bagi orang kafir dan orang-orang yang lalai akan peringatan dari Allah, sebagaimana Allah berfirman :

 وَٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ وَكَذَّبُوا۟ بِـَٔايَٰتِنَآ أُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلْجَحِيمِ

“Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka.” (Q.S. Al-Maidah : 10)

Jika sudah bicara masalah neraka, pokoknya tidak ada enak-enaknya ! Jangankan bicara panas apinya, dalamnya lubang neraka saja sudah mengerikan. Kita lihat salah satu hadis Rasulullah SAW :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ سَمِعَ وَجْبَةً فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَدْرُونَ مَا هَذَا قَالَ قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ هَذَا حَجَرٌ رُمِيَ بِهِ فِي النَّارِ مُنْذُ سَبْعِينَ خَرِيفًا فَهُوَ يَهْوِي فِي النَّارِ الْآنَ حَتَّى انْتَهَى إِلَى قَعْرِهَا و حَدَّثَنَاه مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ قَالَا حَدَّثَنَا مَرْوَانُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ كَيْسَانَ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَقَالَ هَذَا وَقَعَ فِي أَسْفَلِهَا فَسَمِعْتُمْ وَجْبَتَهَا

Dari Abu Hurairah berkata: Kami bersama nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam tiba-tiba beliau mendengar suara sesuatu yang jatuh berdebuk, nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bertanya: “Tahukah kalian apa itu?” kami menjawab: Allah dan rasulNya lebih tahu. Beliau bersabda: “Itu adalah batu yang dilemparkan ke neraka sejak tujuhpuluh tahun, ia jatuh ke neraka sekarang hingga mencapai keraknya.” Telah menceritakannya kepada kami Muhammad bin Abbad dan Ibnu Abi Umar keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Marwan dari Yazid bin Kaisan dari Abu Hazim dari Abu Hurairah dengan sanad ini, ia berkata: “Ia (batu) jatuh ke paling bawahnya lalu kalian mendengar debukannya.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Ayat 8 

ثُمَّ لَتُسْـَٔلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ ٱلنَّعِيمِ

Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu).

Ya, amal amanusia kana dihisab dan dikuliti habis-habisan oleh Allah SWT. Tidak ada yang ditutup-tutupi seperti persidangan di dunia. Tidak ada main mata antara hakim, jaksa, pengacara dan terdakwa ! Setidaknya ada dua poin pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap individu. Bukan cuma ditanya darimana nikmat itu didapat, tapi juga cara menggunakannnya setelah didapat. Perhatikan hadis Rasulullah SAW berikut :

عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ

Dari Abu Barzah Al Aslami berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai ditanya tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang ilmunya untuk apa dia amalkan, tentang hartanya dari mana dia peroleh dan kemana dia infakkan dan tentang tubuhnya untuk apa dia gunakan.” (HR. Tirmidzi).

Memperoleh kenikmatan di dunia dengan cara normal dan halal saja masih ditanya, apalagi dengan pola At-Takatsur ! Sudahlah, jangan bebani hidup kita dengan At-Takatsur !

Wallahu A’lam.

Ridwan Shaleh

 

 

 

[1] Ad-Dani, Abu Amr Al-Andalusi, Al-Bayan Fi Addi Ay Al-Qur’an, Markaz Al-Makhthuthat Wa At-Turats Wa Al-Watsa’iq, Kuwait, 1441 H, hal. 298

[2] Ibid

[3] Al-Wahidii, Abul Hasan Ali Ibn Ahmad An-Naisaburi, Asbab An-Nuzul, Da Al-Islah, Damam, 1412 H, jal. 464

[4] Al-Qurthubi, Abu Abdillah Muhammad Ibn Ahmad  Abu Bakar, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an, Muassasah Ar-Risalah, Beirut: 1427 H, Juz 22, Hal 454

Donasi PKH