Siapakah orang yang tidak sedih jika tertimpa musibah? Sebagai manusia, tentu menjadi hal yang sangat lumrah ketika seseorang merasa sedih ketika tertimpa musibah. Kesedihan yang dialami oleh saudara kita tentu membuat kita turut berempati dan merasakan duka yang sama.
Baca juga: Bagaimana Hukum Mengingat Dunia Saat Shalat Karena Besarnya Masalah Yg Di hadapi
Kaum muslimin ibarat suatu bangunan, saling menguatkan satu sama lainnya sebagaimana yang tergambar dalam suatu hadis:
عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا وَشَبَّكَ أَصَابِعَهُ
Dari Abu Musa dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya seorang mukmin dengan mukmin lainnya seperti satu bangunan yang saling menguatkan satu sama lain.” kemudian beliau menggenggam jari jemarinya.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Ahmad).
Karena saling menguatkan sesama muslim, maka sudah seharusnya kaum muslimin dan muslimat yang tidak tertimapa musibah membantu sauara-saudaranya yang tertimpa musibah. Bentuk bantuan tentu sangat beragam, bisa dengan materi, tenaga atau paling tidak menguatkan mereka dan juga mendoakan amgar mereka bersabar dan senantiasa dalam lindungan Allah.
Sebagai muhasabah kita, Al-Qur’an sudah mengabarkan kepada kita agar selalu bersabar ketika menerima musibah atau ujian dari Allah SWT. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 155-157:
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ ﴿١٥٥﴾ ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوٓا۟ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ ﴿١٥٦﴾ أُو۟لَٰٓئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَٰتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُهْتَدُونَ ﴿١٥٧﴾
(155). Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,
(156). (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji’ūn” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).
(157). Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Dari ayat-ayat tersebut setidaknya kita memahami beberapa hal:
- Allah sudah pasti menguji orang-orang beriman
- Kadar ujian yang Allah berikan sebetulnya sedikit sekali dibanding nikmat yang Ia berikan. Namun walapun sedikit, hal itu tentu dirasa sangat besar dan sangat berat bagi manusia.
- Bergembiralah orang-orang yang sabar dalam menerima ujian karena akan diberikan ganjaran berupa limpahan pahala, ampunan dan rahmat
- Orang yang bersabar ketika ditimpa musibah adalah orang yang menyadari bahwa semua merupakan ketetapan Allah. Oleh karena itu mereka senantiasa mengatakan bahwa semua yang kami miliki adalah milik Allah dan hanya kepada-Nyalah kami kembali.
Jika direnungkan, kesabaran adalah energi yang luar biasa untuk menghadapi musibah. JIka tidak ada konsep sabar dalam Islam, tentu banyak orang yang hilang akal, tertekan, depresi, stress, gila, bunuh diri, stoke, putus asa atau bisa saja melakukan sesuatu yang dilarang Allah. Sabar berarti ridha dan ikhlas menerima qadha’ dan qadar. Dari hati yang lapang inilah semangat tetap terus ada sehingga meningkatkan optimisme bahwa setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Semua yang hilang karena musibah, akan diganti yang lebih baik oleh Allah sebagaimana petunjuk dari Rasullah SAW:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّهَا قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ { إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ } اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا إِلَّا أَخْلَفَ اللَّهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا قَالَتْ فَلَمَّا مَاتَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ أَيُّ الْمُسْلِمِينَ خَيْرٌ مِنْ أَبِي سَلَمَةَ أَوَّلُ بَيْتٍ هَاجَرَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ إِنِّي قُلْتُهَا فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ أَرْسَلَ إِلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَاطِبَ بْنَ أَبِي بَلْتَعَةَ يَخْطُبُنِي لَهُ فَقُلْتُ إِنَّ لِي بِنْتًا وَأَنَا غَيُورٌ فَقَالَ أَمَّا ابْنَتُهَا فَنَدْعُو اللَّهَ أَنْ يُغْنِيَهَا عَنْهَا وَأَدْعُو اللَّهَ أَنْ يَذْهَبَ بِالْغَيْرَةِ
Dari Ummu Salamah bahwa ia berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang mukmin tertimpa musibah lalu ia membaca apa yang telah diperintahkan oleh Allah, ‘INAA LILLAHI WAINNAA ILAIHI RAAJI’UUN ALLAHUMMA`JURNII FII MUSHIIBATI WA AKHLIF LII KHAIRAN MINHAA (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Ya Allah, berilah kami pahala karena mushibah ini dan tukarlah bagiku dengan yang lebih baik daripadanya).’ melainkan Allah menukar baginya dengan yang lebih baik.” Ummu Salamah berkata; Ketika Abu Salamah telah meninggal, saya bertanya, “Orang muslim manakan yang lebih baik daripada Abu Salamah? Dia adalah orang-orang yang pertama-tama hijrah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian akupun mengucapkan doa tersebut. Maka Allah pun menggantikannya bagiku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Ummu Salamah mengkisahkan; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus Hatib bin Abu Balta’ah melamarku untuk beliau sendiri. Maka saya pun menjawab, “Bagaimana mungkin, aku telah mempunyai seorang anak wanita, dan aku sendiri adalah seorang pencemburu.” Selanjutnya beliau pun menjawab: “Adapun anaknya, maka kita do’akan semoga Allah mencukupkan kebutuhannya, dan aku mendo’akan pula semoga Allah menghilangkan rasa cemburunya itu.” (HR. Muslim).
Wallahu A’lam.
Ridwan Shaleh