Menyikapi Hadits yang Dishahihkan Seorang Ulama Namun Didhaifkan Ulama Lain


Bolehkah bersandar pada hadits-hadits yang dishahihkan oleh seorang ulama tapi didhaifkan oleh ulama lain? Apakah sebagai orang awam, kami harus benar-benar berlepas diri dari hadits-hadits yang ulama ada yang mendhaifkan meskipun ada juga yang menshahihkan? Contohnya, hadits mengenai penangguhan catatan amal buruk selama beberapa waktu yang diriwayatkan oleh Tabrani (dalam Al-Mu’jam Al-Kabeer no. 7677) dan Baihaqi (dalam Shu’ab Al-Eemaan no. 6648-6650), yang dinilai shahih oleh Shaykh Al-Albaani dalam Shahih Al-Jami’ 2/212, namun, Al-‘Iroqi mendhoifkan hadis tersebut dengan alasan Sanadnya ghorib sebagaimana dijelaskan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah. Salah satu perawinya yang bernama Urwah bin Ruwaim banyak melakukan irsal dan tidak pernah dikenal meriwayatkan dari Al-Qosim bin Abi Abdirrohman. Di dalam sanadnya juga ada perawi yang bernama ‘Ashim bin Roja’ dan perawi ini shoduq yahim, sehingga dinilai lin oleh Al-‘Iroqi.

Jawaban :

Wa Alaikumus salam wr wb.

Hasil penilaian para pakar terhadap suatu perawi tidak mesti sama. Perbedaan dalam penilaian sudah ada sejak dulu. Dalam menilai suatu perawi, ada tiga kelompok : Mutasyaddid (sangat ketat), Mutawassith (pertengahan) dan juga mutasaahil (terlalu longgar). Bagaimana cara menyikapi hadis yang diperselisihkan hukumnya karena penilaian para pakar hadis yang tidak sama lantaran penilain terhadap salah satu perawi ?

Carilah pendapat mayoritas ulama terhadap perawi yang diperselisihkan tersebut dan lihat juga hukum hadis tersebut menurut mayoritas ulama.

Wallahu A’lam.

Supprt Dakwah Pusat Kajian Hadis via link :

hattp://Donasi.pkh.or.id

 

Ustadz Menjawab