Mengapa Ada Perbedaan Mazhab ?


Assalamu Alaikum Wr Wb. Pak ustadz yang saya hormati, nohon idzin bertanya. Ada yang membuat saya terkadang bingung ketika mengetahui bahwa dalam Islam itu ada saja perbedaan kesimpulan suatu hukum, terutama dari berbagai mazhab. Sebetulnya apa sih yang menjadi peyebab demikian? Bukankah suatu hukum itu harus jelas dan pasti?

Demikian Pak Ustadz dan terima kasih atas pencerahannya.

Jawaban :

Wa Alaikumus Salam Wr. Wb.

Tidak dipungkiri memang ada sedikit keganjilan mengapa ada kesimpulan hukum yang berbeda antara satu mazhab dengan mazhab lainnya. Jangankan antar mazhab, satu mazhab saja masih ada ikhtilaf (perbedaan) pendapat mengenai kesimpulan suatu hukum. Padahal agamanya sama, Al-Qur’annya sama, hadisnya sama, Nabinya juga sama kan ?

Panjang sebetulnya jika masalah ini dibahas, namun kami akan mecoba membantu dengan penjelasan yang ringkas agar mudah difahami.

Mudahnya, madzhab itu metode. Dalam menyimpulkan suatu hukum syariat harus ada metode. Teks (nash) Al-Qur’an maupun Al-Hadis sebagai sumber dalil utama itu jumlahnya terbatas, tidak pernah bertambah, sedangkan masalah kehidupan terus bertambah dari waktu ke waktu. Terkadag ada suatu masalah yang tidak muncul di zaman Rasulullah, tidak ada di zaman para sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in, namun muncul pada zaman setelahnya. Karena masalah itu harus ada solusi dan kepastian hukumnya, maka mau tidak mau para ulama harus ber’ijtihad. Yang namanya ijtihad harus dengan metode yang benar. Yang namanya metode tentu tidak bisa dipaksakan harus sama. Ketika metode A berbeda dengan metode B, atau madhzb A berbeda dengan mazhab B, ya wajar saja.

Para ulama sepakat bahwa perbedaan pendapat (ikhtilaf fil aaraa bainal ulama) merupakan rahmat dan maslahat. Mereka sepakat bahwa yang menjadi ikhtilaf itu sebatas hukum juz’i (hukum yang bukan pokok). Mereka sepakat bahwa hal pokok seperti akidah tidak boleh ada perbedaan pendapat. Contoh : kita semua sepakat bahwa Allah itu Ahad (Maha Tunggal). Maka dalam hal ini tidak mungkin ada perbedaan pendapat. Mereka hanya ikhtilaf  pada masalah cabang (furu’). Contoh : khamer adalah haram dikonsumsi, mereka sepakat itu, tidak ada yang beda. Namun jika dibahas lebih detailnya, apakah alkohol itu termasuk khamer atau bukan ? Nah ini, mereka beda pendapat. Dan nantinya akan timbul lagi apakah khamer najis atau suci? Bolehkah menggunakan parfum yang dicampur alkohol ? Jika hukumnya boleh karena dipakai untuk anggoita tubuh bagian luar, lalu bagaimana jika ada obat minum yang prosesnya harus ada alkohol ?

Baik, sebagai tambahan wawasan, kita akan mengetahui faktor apa saja yang menjadikan para fuqaha (ahli fiqih) berbeda pendapat, secara garis besar adalah :

  • Perbedaan dalam menafsirkan atau memahami dalil-dalil teks, baik dari Al-Qur’an maupun hadis Rasulullah SAW. Perbedaan tersebut biasanya terdapat pada lafaz atau shigat. Adakalanya suatu lafazh dalam bahasa Arab bermakna ganda (Isytirak) misalnya kata “Quru”, lafazh tersebut bisa bermakna “suci dari haid” atau justru kebalikannya, “haid”. Atau misalnya suatu lafaz yang bentuknya perintah (amr), apakah dimaknai sebagai perintah “wajib” atau hanya “anjuran” saja. Untuk menentukan apakah maknanya perintah atau hanya anjuran tentu harus ada qarinah (bukti atau penguat) sehingga bisa ditentukan maknanya.
  • Ketika menyentuh perbedaan pemahaman terhadap teks, ditambah lagi perbedaan apakah teks yang menjadi bahasan tersebut termasuk yang sudah dinasakh (dihapus hukumnya) atau tidak ? Jika sudah pada point ini, sudah pasti tajam perbedaan ilmiahnya.
  • Bukan hanya perbedaan dalam menentukan suatu teks itu sudah dinasakh atau belum. Ada lagi yang runcing debateable-nya. Apa itu ? Perbedaan dalam menentukan apakah teks hadis yang digunakan sebagai dasar hukum itu derajatnya shahih atau dha’if ? Dalam menentukan penilaian shahih atau dha’if itu saja sudah berbeda. Yang namanya penilaian tidak mungkin dipaksakan harus sama. Juri A dengan juri B saja banayk bedanya dalam menentukan score. Namanya juga penilaian !
  • Dan banyak faktor lain yang jika dibahas cukup njlimet.

Lalu bagaimana sikap kita terhadap pendapat para ulama ? yang sudah jelas harus legowo. Memilih satu mazhab merupakan suatu keharusan apalagi bagi umat Islam yang awam. Ketika memilih satu mazhab, wajib mengharigai perbedaan mazhab lainnya. Dan tentunya kita sudah maklum bahwa di Inonesia ini mazhab mayoritas adalah Mazhab Syafi’i.

 

Wallahu A’lam.

Ridwan Shaleh

Ustadz Menjawab