Dalam keseharian, ada orang yang suka berdiam diri di suatu tempat. Ada yang berdiamnya sebentar saja dan ada juga yang berlama-lama alias betah. Berdiam diri di suatu tempat namanya i’tikaf yang diartikan hanya dari segi bahasa saja, bukan istilah dalam syari’ah. Yang namanya berdiam diri di suatu tempat, tentu ada yang betah di tempat yang baik dan ada juga yang justru betah diam dan berada di tempat yang buruk.
Untuk i’tikaf dalam pengertian istilah menurut syariat, yaitu menetap atau berdiam diri di dalam masjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah. Singkatnya, orang yang beri’tikaf mempunyai maksud untuk menghubungkan dirinya dengan Allah. Diamnya orang i’tikaf bukan diartikan diam begitu saja, tapi ia bersengaja berada di dalam masjid untuk beribadah kepada Allah. Bentuk ibadahnya bisa shalat, berdzikir, membaca Al-Qur’an atau juga merenungi dosa-dosa yang telah diperbuat (muhasabah) dan meminta ampunan Allah (istighfar). I’tikaf hanya sah dilakukan di masjid.
Para ulama sepakat (ijma’) bahwa hukum I’tikaf adalah sunnah. I’tikaf menjadi wajib bagi orang yang bernadzar untuk melakukan I’tikaf. Diantara dalil-dalil I’tikaf adalah :
- S. Al-Baqarah : 125
وَعَهِدْنَآ إِلَىٰٓ إِبْرَٰهِۦمَ وَإِسْمَٰعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِىَ لِلطَّآئِفِينَ وَٱلْعَٰكِفِينَ وَٱلرُّكَّعِ ٱلسُّجُودِ
“Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, orang yang iktikaf, orang yang rukuk dan orang yang sujud!”
- S. Al-Baqarah : 187
وَلَا تُبَٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَٰكِفُونَ فِى ٱلْمَسَٰجِدِ
“Dan jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid.”
- Hadis Rasulullah SAW :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ عَنْ أَبِي حَصِينٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ .رَمَضَانٍ عَشْرَةَ أَيَّامٍ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, dari Abu Hashin, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, Beliau beri’tikaf selama dua puluh hari”. (HR. Bukhari no. 1903).
Walapun statusnya ibadah sunnah, I’tikaf mempunyai manfaat dan hikmah yang sangat besar, diantaranya :
- Para malaikat mendoakan orang yang ber-i’tikaf agar Allah memberikan ampunan dan rahmat-Nya selama dia belum keluar dari masjid dan selama belum berhadats. Perhatikan hadis berikut :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ الَّذِي صَلَّى فِيهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ تَقُولُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Para Malaikat selalu memberi shalawat (mendo’akan) kepada salah seorang dari kalian selama ia masih di tempat ia shalat dan belum berhadats. Malaikat berkata, ‘Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia’.” (HR. Bukhari no. 426)
- Memperbaiki dan meningkatkan spiritualitas.
Di dalam masjid, kita tidak memikirkan kesibukan dunia. Ketika kita ber-’tikaf, kita sedang menjalin komunikasi dengan Allah di rumah-Nya, masjid. Di saat itulah kita tidak memikirkan bisnis, tidak memikirkan politik, jabatan dan ambisi. Yang ada hanya ibadah dan ibadah. Di saat I’tikaf itulah seorang sedang menghambakan dirinya kepada Allah Yang Maha Kaya, Yang Maha Kuat, Yang Maha Menolong dan Mengampuni.
Orang yang mempunyai hubungan intens dengan tuhannya, tentu bukan orang sembarangan. Namanya juga dekat dengan Tuhan, mustahil diabaikan dan tidak dilindungi dan ditolong oleh Tuhannya, Allah SWT.
- Orang yang biasa diam (i’tikaf) di masjid, tentu tidak betah berdiam diri di tempat buruk, kotor dan najis. Dia tidak akan betah di tempat maksiat laksana ikan yang berada di darat. Dia selalu diam di tempat baik dan penuh manfaat.
- Siapa pun yang datang ke masjid adalah tamu Allah. Orang yang sering bertamu ke rumah Allah tentu dibanggakan oleh Allah mulia di sisi-Nya. Yang namanya tamu Allah harus kita hormati, siapapun dia ! Mau presiden kah, jendral kah, ustad kah, tukang asongan kah tidak ada beda di hadapan Allah ! Kalo sudah di dalam masjid, semuanya adalah tamu dan hamba Allah, harus dihormati karena Allah menghormatinya.
- Jika sudah di dalam masjid, pasti hati merasa tentram. Itulah keistimewaan masjid. Sebesar dan semewah apapun rumah seseorang, tentu belum bisa dijamin ada ketentraman di dalamnya. Jika hati sedang galau, datanglah ke masjid dan i’tikaf !
- Masjid adalah tempat yang paling mulia. Semahal apapun sepatu yang engkau pakai, tentu harus ditanggalkan ketika masuk masjid ! Artinya, orang yang sedang i’tikaf tentu menghilangkan keangkuhan dan kesombongan yang ada pada dirinya.
- I’tikaf merupakan salah satu amalan untuk memperoleh Lailatul Qadr.
Singkatnya begini, orang yang i’tikaf itu mulia karena dia dimulikan oleh Yang Maha Mulia, Allah SWT. Jika mereka yang i’tikaf itu mulia, tentu para Pengurus Masjid (DKM) juga mulia, bukan sembarang orang. Entah jutaan pahala yang dicatat setiap harinya oleh Malaikat karena mereka mencurahkan perhatian, pikiran dan tenaga untuk memfasilitasi para tamu tamu Allah dengan sebaik-baiknya. Makanya jangan pandang remeh marbot masjid, apalagi pengurusnya ! Mereka semua dimuliakan oleh Allah SWT.
Jangan lupa berniat I’tikaf setelah membaca do’a masuk masjid. Niat I’tikaf :
نَوَيْتُ الاِعْتِكَافَ فِي هذَا المَسْجِدِ لِلّهِ تَعَالى
“Nawaitul I’tikaafa Fii Haadzal masjidi Lillahi Ta’aalaa.”
Artinya : “Aku berniat i’tikaf di dalam masjid ini karena Allah Ta’ala.”
Jika i’tikaf boleh di lakukan kapan saja, terlebih di bulan Ramadhan. Yang lebih utama lagi i’tikaf banyak dilakukan pada sepuluh terakhir malam-malam Ramadhan sebagaimana yang disampakan melalui hadis Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saja yang sudah dijamin masuk surga masih saja melakukan i’tikaf dua puluh hari (malam-malam Ramdhan) di tahun wafatnya beliau. Hadis ini seharusnya bisa menjadi inspirasi dan targhib buat kita bahwa bulan Ramadhan tahun ini bisa saja adalah bulan Ramadhan terakhir kita.
Renungan :
I’tikaf boleh dilakukan kapan saja karena masjid adalah rumah Allah yang terbuka 24 jam. Seharusnya masuk rumah Allah itu “sangat sulit” dan “sangat ketat” melebihi prosedur masuk istana. Namun karena besarnya kasih sayang Allah kepada para hamba-Nya, Allah tidak mempersulit para hamba untuk mendatangi rumah-Nya, bahkan Allah memanggil dan membuka rumah-Nya kapan saja. Ya, tinggal kita saja yang mau menyambut panggilan-Nya atau tidak!
Wallahu A’lam.
Ridwan Shaleh