Makan atau shalat dulu ?

 

KAJIAN KITAB SHAHIH AL BUKHARI

Makan atau shalat dulu ?

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.

(Q.S. Al-Baqarah : 45-46)
Hadis nomor 671 atau cetakan lain nomor 631 :

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ هِشَامٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي قَالَ سَمِعْتُ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِذَا وُضِعَ الْعَشَاءُ وَأُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَابْدَءُوا بِالْعَشَاءِ

 Telah menceritakan kepada kami Musaddad, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Hisyam, dia berkata: Telah menceritakan bapakku kepadaku, dia berkata: Aku mendengar Aisyah ra. berkata: dari Nabi saw yang bersabda: “Apabila makan malam sudah dihidangkan sedangkan shalat jama’ah sudah dibacakan iqamatnya, maka dahulukanlah makan.” 

Pada hadits di atas, terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama. Konteks pada hadits tersebut saat itu Rasulullah saw sedang dalam keadaan berpuasa, datanglah waktu Maghrib, namun sudah dihidangkan makanan sehingga Beliau Saw memilih berbuka puasa terlebih dahulu dibandingkan shalat. Namun, ada sebagian ulama yang mengartikan hadits tersebut tidak mutlak untuk waktu Maghrib saja, namun juga berlaku untuk waktu shalat yang lain seperti Dzuhur, Ashar, dsb. Ada pula yang berpendapat tergantung dari jenis makanan yang dihidangkan. Jika makanan tersebut akan dingin/basi jika ditinggalkan, maka boleh makan dahulu baru kemudian shalat. Jika makanan tersebut tinggal satu suap lagi, maka habiskan dahulu baru kemudian shalat. Ada pula yang menafsirkan jika makanan sudah dihidangkan, kita belum makan namun terdengar azan silakan makan dahulu. Namun, jika kita sudah makan setengahnya, silakan shalat dahulu. Hal ini agar kita tidak ‘penasaran’ dengan makanan tersebut sehingga terbayang-bayang pada waktu shalat.  Salah seorang sahabat, yaitu Abdullah Ibn Ummar memilih untuk menghabiskan makanan dahulu. Mengapa? Agar saat kita shalat kita dapat lebih khusyu’, tidak memikirkan makanan yang telah dihidangkan.

Konteks hadits tersebut juga menyatakan bahwa makanan dapat menganggu kekhusyu’an shalat. Sehingga hadits ini memastikan agar kita tidak memikirkan apapun saat shalat. Lihat pula kondisi diri masing-masing, jika dengan makan dahulu shalat kita akan lebih khusyu’ silakan kita makan terlebih dahulu. Dari hal ini kita juga dapat mengetahui bahwa khusyu’ lebih penting dibandingkan shalat di awal waktu.

Di hadits yang lain, diterangkan bahwa saat Rasulullah sedang makan (paha kambing), kemudian terdengar adzan, Rasulullah Saw. pun meletakkannya makanan tersebut lalu shalat tanpa berwudhu lagi. Jika kita lihat, dalam bab wudhu berarti makan kambing tidak membatalkan wudhu. Jika kita lihat dari bab shalat, berarti kita juga diperbolehkan meninggalkan makanan yang sedang kita pegang jika datang waktu shalat.

Berikut hadis nomor 675 atau cetakan lain momor 634 :

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ عَنْ صَالِحٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي جَعْفَرُ بْنُ عَمْرِو بْنِ أُمَيَّةَ أَنَّ أَبَاهُ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْكُلُ ذِرَاعًا يَحْتَزُّ مِنْهَا فَدُعِيَ إِلَى الصَّلَاةِ فَقَامَ فَطَرَحَ السِّكِّينَ فَصَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأْ

Telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibn Abdullah, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Ibrahim, dari Shalih, dari Ibn Syihab, dia berkata: Telah mengabarkan kepada saya Ja’far ibn Amru ibn Umayyah, bahwa bapaknya, telah berkata:  “Aku pernah melihat Rasulullah saw memakan daging paha lalu memotongnya. Kemudian beliau diserukan untuk shalat. Maka Beliau berdiri lalu meletakkan pisau kemudian shalat tanpa berwudhu’ lagi.

Dari dua hadits yang saling kontradiktif di atas, apakah menggambarkan bahwa Rasulullah Saw. plin plan? Tidak! Namun, Rasulullah Saw. mengajarkan kita untuk melihat kondisi diri kita masing-masing. Jika kita memang sedang lapar, dipersilakan makan dahulu. Namun, jika kondisi kita tidak sedang terlalu lapar, maka sebaiknya kita sholat terlebih dahulu. Hal ini juga harus diperhatikan oleh para istri. Istri harus mengetahui saat yang tepat untuk menghidangkan makanan. Sebisa mungkin, janganlah menghidangkan makanan di saat waktu shalat akan tiba (sudah dekat waktu shalat). Begitu pun dengan para suami, jika memang sudah sangat lapar dan telah tiba waktu shalat, suami bisa makan sedikit saja terlebih dahulu untuk menghilangkan rasa lapar, kemudian shalat, usai shalat lalu menyambung kembali makannya. Agar tetap mendapatkan pahala shalat berjama’ah di masjid.

Lalu, yang manakah yang harus kita terapkan? Pilih dan yakinilah di antara salah satu hadits tersebut dan sesuaikan dengan kondisi pribadi masing-masing. Pelajari terus sunnah Rasulullah Saw. agar dapat mengetahui yang lebih tepat.

Pada zaman Rasulullah Saw jeda antara shalat dan iqamah agak panjang. Pernah terjadi, waktu iqamah ‘dimundurkan’ sedikit. Hal ini untuk memberi kesempatan pada orang yang ingin makan terlebih dahulu atau sedang makan. Semakin berilmu maka kita akan semakin arif. Jika dalam kearifan lokal lebih baik memundurkan waktu iqomah, silakan. Jangan terlalu kaku. Namun, perhatikan juga waktu shalat.

Kemudian, manakah yang lebih baik? Shalat dalam kondisi kekenyangan ataukah shalat dalam kondisi kelaparan? Jika kita melihat kondisi dan keutamaan para ulama, shalat dalam kondisi lapar lebih baik daripada kondisi kenyang. Lapar di sini bukan bermakna sangat kelaparan. Sebab, saat kekenyangan tubuh kita lebih sulit bergerak.

Bagaimana jika saat kita ingin shalat, tercium aroma masakan? Apakah kita tetap shalat dahulu atau makan dahulu? Bedakanlah antara mencium aroma makanan dengan sudah dihidangkan di depan mata. Jika kita hanya mencium aroma makanan saja, maka sebaiknya tetap melaksanakan shalat terlebih dahulu sebab makanan tersebut belum dihidangkan di depan mata kita.

Bagaimana jika kita merasa lapar saat sedang shalat (di tengah-tengah waktu sedang shalat), bolehkah kita membatalkan shalat kita? Tentunya hal ini tidak diperbolehkan. Kita tidak boleh membatalkan sholat dengan alasan lapar.

Berkaitan dengan makanan yang telah dihidangkan ada beberapa hadits, berbeda dengan pekerjaan lain yang tentunya harus segera ditinggalkan ketika iqamat dikumandangkan  sesuai riwayat hadis bahwa suatu saat, Rasulullah Saw. membantu Aisyah ra. mengerjakan pekerjaan rumah, lalu terdengar waktu azan. Maka, Rasulullah saw. meninggalkan pekerjaannya untuk segera melakukan ibadah shalat. Jadi ketika kita  sedang mengetik, sedang menonton bola, sedang melihat balap motor. Kita tetap harus meninggalkan pekerjaan-pekerjaan kita tersebut meskipun ‘nanggung’. Bagaimana dengan seorang pengusaha yang sedang berinteraksi dengan customer di saat waktu shalat datang? Silakan shalat terlebih dahulu. Lebih baik lagi jika mengajak customer tersebut. Lalu membicarakan bisnisnya seusai shalat. Lalu, bagi ibu-ibu, apakah saat sedang menggoreng juga tetap harus menghentikan gorengannya? Hal ini bisa disesuaikan, jika menggoreng sesuatu yang tidak dapat ditinggalkan (misalnya: menggoreng ikan yang lima menit lagi akan matang) maka silakan melanjutkan pekerjaannya. Namun, jika sedang menggoreng krupuk yang sangat banyak dan memerlukan waktu yang masih lama, silakan dilanjut kembali menggorengnya setelah shalat.

Penutup : Meskipun hadits mengenai makanan dan shalat ada perbedaan, namun janganlah menjadi perdebatan. Jangan karena berbeda kita saling menjatuhkan. Sebab perbedaan itu ialah sebuah rahmat.

Wallahu a’lam.

Dr. A. Lutfi Fathullah, MA

Artikel diambil dari salah satu video di :

http://www.warungustad.com/antara-shalat-pekerjaan-22-06-2014/

Donasi PKH
  • sultan69