Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Mengedepankan Solusi

 

Di saat tertentu, emosi kita bisa dengan mudah terpancing dan terkadang membawa kita untuk tidak bersabar dan melakukan hal-hal yang kurang patut. Di saat itulah sebenarnya kesabaran kita benar-benar diuji. Dengan stabilnya kesabaran, jiwa dan fikiran akan tetap jernih dan bisa mengatasi masalah dengan cepat dan benar. Dan tentunya, suatu peristiwa dalam hidup ang biasa kita sebut dengan pengalaman dapat menjadi hikmah untuk kita.

Ada beberapa kasus menarik yang pernah terjadi di masa Rasulullah Shallalllahu Alaihi Wa Sallam. Kasus ini membuat kebanyakan sahabat hampir saja marah-marah karena tindakan seseorang yang dirasa keterlaluan. Berikut kisah tersebut yang termuat dalam hadis :

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ فَقَالَ لَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ . (رواه البخارى و النسائ و احمد)

Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman berkata, telah mengabarkan kepada kami Syu’aib dari Az Zuhri berkata, telah mengabarkan kepadaku ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud bahwa Abu Hurairah berkata, “Seorang ‘Arab badui berdiri dan kencing di Masjid, lalu orang-orang ingin mengusirnya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda kepada mereka: “Biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba air, atau dengan seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk membuat kesulitan.” HR. Bukhari, Nasa’I dan Ahmad).

Wajar saja jika para para Shabat Radiyallhu Anhum marah kepada Arab Badui tersebut karena perbuatannya dianggap terlalu. Rasulullah melarang para Shahabat untuk menghakimi orang itu. Jika dianalisa, dapat kita fahami :

  1. Rasulullah memaklumi bahwa orang Badui tersebut berasal dari daerah pedalaman yang notabene akses pendidikan tidak seleluasa di Madinah yang memang daerah perkotaan. Arab badui ini pasti belum memahami bahwa kencing di Masjid adalah perbuatan terlarang. Cara menegur orang yang belum faham dengan yang sudah faham tentu tidak sama.
  2. Rasulullah membiarkan orang Arab Badui tersebut menyelesaikan dulu hajatnya, setelah itu baru dinasihati. Andaikan Rasulullah membiarkan para Shahabat untuk memukulinya atau menghardiknya, bisa jadi Arab Badui tadi bisa merasakan kesakitan dan air kencingnya bisa berceceran kemana-mana.
  3. Ketimbang memperbesar masalah, Rasulullah justru memberikan solusi dan mengajarkan para Shahabat bagaimana cara membersihkan najis.

Itulah Rasulullah, sosok jenius yang dapat menyikapi masalah dengan penuh bijaksana. Itulah yang namanya Fathanah, salah satu sifat wajib bagi Rasul yang artinya cerdas. Kacau sekali jadinya jika seorang Nabi tidak memiliki sifat ini.

Ada juga kasus yag cukup menarik yang terjadi di masa beliau ketika ditemukan ludah pada dinding kiblat dan tidak diketahui siapa pelakunya. Berikut hadisnya :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى بُصَاقًا فِي جِدَارِ الْقِبْلَةِ فَحَكَّهُ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي فَلَا يَبْصُقُ قِبَلَ وَجْهِهِ فَإِنَّ اللَّهَ قِبَلَ وَجْهِهِ إِذَا صَلَّى (رواه التسعة الا الترمذى)

 Dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat ludah di dinding kiblat, lalu beliau menggosoknya kemudian menghadap ke arah orang banyak seraya bersabda: “Jika seseorang dari kalian berdiri shalat janganlah dia meludah ke arah depannya, karena Allah berada di hadapannya ketika dia shalat.” (HR. Sembilan Imam Hadis kecuali Tirmidzi).

Jika dilihat dari matan hadis, Rasulullah bisa saja marah dan meminta sahabat mencari tahu siapa orang yang meludah sembarangan. Bagaimana bisa ada ludah di dinding kiblat? Tapi ya tadi, bukanlah Rasulull jika tidak sabar dalam mendidik. Alih-alih marah, malah sebaliknya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam sendiri yang menggosok ludah tersebut dan mengajarkan kepada para sahabat agar tidak meludah ke arah kiblat ketika shalat. Rasulullah tidak mau menambah dan memperlebar masalah. Beliau lebih mengutamakan solusi, mengajarkan ! Satu lagi hikmah yang perlu kita garis bawahi. Hadis ini harus difahami baik-baik. Bukan diartikan boleh meludah ketika shalat di tempat yang berlantai keramik, marmer atau hamparan. Kebolehan meludah dalam hadis ini sangat dimungkinkan ketika lantai masjid saat itu masih pasir halus sehingga ludah sangat cepat terserap ! Untuk konteks saat ini, kebolehan meludah ketika shalat hanya dilakukan ketika tidak menggunakan hamparan, misalnya di atas tanah atau rumput saat berada di hutan atau kebun, Wallahu A’lam !

Ada juga hadis singkat namun padat makna. Berikut hadisnya :

 عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْإِسْلَامِ خَيْرٌ قَالَ تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ (رواه النسعة الا مالكا )

 Dari Abdullah bin ‘Amru; Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam; “Islam manakah yang paling baik?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Kamu memberi makan, mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal”. (HR. Sembilan Imam kecuali Malik)

Semua ajaran Islam itu baik. Dalam hadis di atas Rasulullah menjawab pertanyaan bahwa berilslam yang baik itu adalah memberi makan dan menebarkan salam. Mengapa Rasulullah tidak menjawab bawa berislam yang paling baik adalah qiyamul lail atau puasa sunnah Daud misalnya ? Sangat dimungkinkan bahwa hadis ini diucapkan Rasulullah tatkala beliau belum lama tinggal di Madinah. Perkara penting di Madinah saat itu adalah masalah persatuan, persaudaraan dan syi’ar Islam. Ketika Beliau diitanya mengenai amalan dalam Islam yang paling baik, beliau menjawab sesuai dengan kebutuhan umat saat itu. Gemar sedekah makanan dan menyebarkan salam diantara mereka, baik kepada orang yang dikenal atau tidak,  tentu saja menjadi maslahat bagi penduduk Madinah asli (Anshar) dan pendatang (Muhajirin). Mereka semua melebur  dalam persaudaraan karena diikat oleh Islam. Luar biasa bukan? Itulah salah satu keistimewaan Rasulullah, berbicara singkat, namun padat makna dan tepat sasaran. Ya, Jawami’ Al-Kalim namanya !

Yuk, biasakan menawarkan atau memberi solusi ketimbang memperlebar masalah ! Mau mengaku umat Rasulullah ? Silakan !

Ridwan Shaleh

 

Supprt dakwah Pusat Kajian Hadis melalui link berikut :

http://Donasi.pkh.or.id

Donasi PKH