Al-Qur’an Surat Al-Ashr

 

Muqaddimah

Ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah SWT secara berangsur-angsur ada yang dibarengi dengan sebab yang melatar belakanginya dan ada pula yang tidak. Kabar tentang turunnya suatu ayat sudah pasti berdasarkan riwayat dari berbagai hadis, baik marfu’ dan minimal mauquf.

Jika turunnya dibarengi dengan sebab, maka para ulama menyebutnya dengan sabab atau asbabun nuzul . Untuk Surat Al-Ashr ini, penulis belum menemukan informasi sabab nuzulnya, baik melalui pecarian kitab-kitab khusus yang membahas Asbabbun Nuzul seperi :

  • Asbab An-Nuzul Lil Wahidi (Kitab Primer para peneliti asbab an-nuzul)
  • Lubab Al-Manqul Lis Suyuthi (Kitab Primer para peneliti asbab an-nuzul)
  • As-Shahih Al-Musnad Min Asbab An-Nuzul Li As-Syeikh Muqbil Ibn Hadi Al Wadi’i
  • As-Shahih Min Asbab An-Nuzul Ii As-Syeikh Isham Ibn Muhsin Al-Humaidan
  • Al-Muharrar Fi Asbab Nuzul Al-Qur’an Li As-Syeikh Khalid Ibn Sulaiman Al-Muzaini
  • Al-Isti’ab Fi Bayan Al-Asbab Li As-Syaikh Salim Ibn Id Al Hilali

Dan juga kitab tafsir berbasis riwayat seperti :

  • Tafsir At-Thabari
  • Tafsir Ibn Katsir
  • Tafsir Al-Baghawi
  • Tafsir Ibn Abi Hatim Ar-Razi
  • Ad-Dur Al-Mantsur Lis Suyuthi
  • Tafsir Ibn Abbas Wa Marwiyaatih Min Kutub As-Sunnah Li Ad-Duktur Abd Al-Aziz Ibn Abdillah Al-Humaidi
  • Tafsir Ibn Juraij, dll

Surat Al-Ashr ini diturnkan di Makkah, 14 kata dan 68 huruf.[1] Al-Allamah As-Shawi Al-Maliki mengatakan bahwa Surat Al-Ashr dan Al-Kautsar merupakan surat terpendek di dalam Al-Qur’an. Walapun dua surat ini lafazh-lafzhnya pendek, nama maknanya sangat luas tanpa batas.[2]

Yang sangat menarik dari surat ini diantaranya adalah :

  • Allah bersumpah dengan objek makhluk. Mengapa tidak bersumpah dengan ke-Agungan sifat-Nya? Hal ini akan kita bahas menurut Ilmu Al-Qur’an khususnya Bab Qasam
  • Isi sumpah yang sangat dahsyat dan menjadi automatic sensor bagi orang-orang beriman dalam menjalani kehidupan.
  • Keutamaan surat Al-Ashr berdasarkan riwayat

Q.S. Al-Ashr Ayat 1 :

وَٱلْعَصْرِ

“Demi masa.”

Ada hal yang sangat menarik dari ayat ini. Allah SWT bersumpah dengan waktu, artinya Allah bersumpah dengan makhluk-Nya. Mengapa Allah tidak bersumpah dengan kemulian diri-Nya saja? Bukankah Allah adalah Tuhan yang mempunyai seluruh kebesaran dan kemulian? Dengan

Di dalam Al-Qur’an, Allah bersumpah dengan diri-Nya dan juga bersumpah dengan makhluk-Nya. Al-Imam As-Suyuthi dalam kitabnya, Al-Itqan Fi Ulumil Qur’an mencatat bahwa ada 7 ayat di dalam Al-Qur’an dimana Allah bersumpah dengan diri-Nya, yaitu :

  • S. Yunus : 53
  • S. At-Taghabun : 7
  • S. Maryam : 68
  • S. Al-Hijr : 92
  • S. An-Nisa : 65
  • S. Al-Ma’arij : 40
  • S. An-Nahl : 63

Di selain 7 ayat di atas, sudah pasti Allah bersumpah dengan nama makhluk-Nya.[3]

Qasam (sumpah) dalam Al-Qur’an dimaksudkan untuk menguatkan atau mengukuhkan sesuatu, menghilangkan keraguan, menguatkan argumentasi dan berita yang disampaikan.

Di saat Al-Qur’an diturunkan, tentu banyak sekali penolakan atau pengingkaran masyarakah Mekkah yang saat itu berteologi politeisme (menyembah banyak tuhan). Sekalipun ada sebagian yang tidak menolak dengan keras, paling tidak ada keraguan tentang apa yang disampaikan oleh Muhammad SAW.

Di saat Al-Qur’an diturunkan, mereka baru mendengar berita tentang alam kubur, Hari Akhirat, Hari Kiamat, pertanggung jawaban amal, surga, neraka, kisah-kisah umat terdahulu, norma-norma dan akhlak dan hal–hal lain yang mungkin mereka anggap sesuatu yang baru dan tidak mungkin. Untuk mengukuhkan kebenaran Al-Qur’an, maka banyak sekali ayat-ayat yang terdapat qasam atau sumpah.[4]

Kembali pada surat Al-Ashar ayat 1 yang kita bahas ini, bahwa Allah bersumpah dengan waktu. Ketika Allah bersumpah dengan makhluknya, maka Allah memuliakan makhluk tersebut atau Allah bermaksud mengingatkan betapa besar manfaat makhluk yang Allah jadikan sumpah tersebut. Sebagai contoh misalnya و السماء  (demi langit), و الأرضِ (demi bumi), و الشمسِ (demi matahari) dan lainnya.

Jika Allah bersumpah demi masa atau waktu, maka tersadarlah kita bahwa waktu merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan kita. Jika tak pandai menggunakan wakyu, maka sia-sialah umur dan hidup kita. Dengan waktu, kita bisa mengagendakan kegiatan atau acara. Dengan waktu kita bisa melakukan amal kebaikan dan sesuatu yang banyak manfaat. Waktu luang adalah kesempatan untuk beribadah dengan nyaman dan mudah. Rasulullah Saw bersabda :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

Dari Ibnu Abbas radliallahu ‘anhuma dia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Dua kenikmatan yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia adalah kesehatan dan waktu luang.”(HR. Bukhari, Tirmidzi, Ibn Majah, Ad-darimi dan Ahmad)

Ingat, satu detik dalam hidup kita mempunyai dua peluang sekaligus, kebaikan atau keburukan ! Satu detik bisa menyelamatkan kehidupan kita di akhirat. Gara-gara satu detik, orang bisa masuk surga karena taubatnya sebelum mati diterima oleh Allah !

Jangankan masalah agama, dalam menghargai waktu, orang-orang barat mengatakan : Time Is Money ! jangan begitu ! Yang benar adalah Time Is Barokah !

Q.S. Al Ashr Ayat 2

إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَفِى خُسْرٍ

“Sungguh, manusia berada dalam kerugian,”

Inilah isi sumpah Allah (muqsam alaih). Manusia itu merugi di dalam hidupnya kecuali mereka yang melakukan berbagai hal yang nanti akan diterangkan oleh Allah pada ayat berikutnya.

Al-Mawardi dalam kitabnya An-Nukat Wal Uyun menukil penafsiran dari berbagai ulama bahwa maksud dari kata “Khusr” ada empat :[5]

  1. Kehancuran, (menurut As-Saddi), artinya “Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kehancuran.”
  2. Keburukan, (menurut Zaid Ibn Aslam), artinya “Sesungguhnya manusia benar-benar dalam keburukan.”
  3. Kekurangan, (menurut Ibn Syajarah), artinya “Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kekurangan.”
  4. Hukuman, (menurut Sayyiduna Ali RA), artinya “Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam hukuman.”

Menurut salah satu riwayat dari Imam As-Syafi’I, beliau menafsirkan kata “khusr’ dalam ayat ini dengan “kelalaian.”[6]

Jika dikaitkan dengan muqsam bih (sesuatu yang dijadikan sumpah) pada ayat 1 dalam surat Al-Ashr ini, maka makna pada ayat dua ini adalah, “Sesungguhnya manusia selama hidupnya sepanjang tahun sampai wafat benar-benar dalam kerugian, kehancuran, keburukan, kekurangan, kelalalian dan mendapat hukuman dari Allah kecuali mereka yang Allah kecualikan dalam ayat berikutnya.

Q.S. Al-Ashr Ayat 3

 

إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ

“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”

Dalam ayat ini, orang yang selamat dalam hidupnya adalah mereka yang :

  • Beriman
  • Beramal shaleh
  • Saling berwasiat (memberi nasihat) dalam hal kebenaran dan kesabaran.

Orang yang beriman dan beramal shaleh tidak akan merugi karena mereka menukar kebahagian dunia untuk kebahagian akhirat yang abadi. Sedangkan orang yang saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran selamat dalam kehidupannya karena mereka senantiasa konsisten dalam hal keyakinan dan perbuatan yang benar.[7]

Beberapa keutamaan (fadhilah) Surat Al-Ashr:

Al-Imam As-Suyuthi dalam kitab tafsirnya, Ad-Dur Al-Mantsur, menulis sebagai berikut :

Al Imam At-Thabrani mentakhrij dalm kitabnya Al-Mu’jam Al-Austh dan Imam Al-Baihaqi dalam kitabnya Syu’ab Al-Iman berdasarkan riwayat dari Abu Malikah Ad-Darimi bahwa dua orang sahabat Nabi berjumpa, maka tidak akan berpisah sebelum salah satu dari mereka membaca surat Al-Ashr, baru kemudian setelah itu salah satu dari mereka memberi salam.[8]

Ibnu Katsir juga mencatat dalam kitabnya bahwa Al Imam As-Syafii berkata : “Apabila manusia mentadabburi surat ini (Surat Al-Ashr), maka cukuplah bagi mereka.”[9]

Penutup :

Jika tidak mau rugi dalam hidup di dunia ini, maka cermatilah surat Al-Ashr. Hargai dan manfaatkan waktu sebaik-baiknya. Jadilah pribadi yang beriman, beramal saleh dan saling menasihati dan berwasiat dalam hal kebenaran dan kesabaran. Di akhirat kelak hanya dua pilhan, mau tempat yang mana ? Surga atau neraka ?

Wallahu A’lam.

Ridwan Shaleh

Referensi :

  • Al-Bayan Fi Add Ay Al-Qur’an Li Al Imam Abu Amr Ad-Dani
  • Hasyiyah Ash-Shawi Al-Maliki
  • At-Itqan Fi Ulum Al-Qur’an Lis-Suyuthi
  • Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an, Manna’ Al-Qatthan
  • An-Nukat Wal Uyun Tafsir Al-Mawardi
  • Tafsir Al Imam As-Syafi’I, Disertasi Dr. Ahmad Ibn Musthafa Al-Farran
  • Tafsir Al-Baidhawi
  • Ad-Dur Al-Mantsur Lis Suyuthi
  • Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim Libni Katsir

 

 

 

[1] Al-Bayan Fi Add Ay Al-Qur’an, Al Imam Abu Amr Ad-Dani, Markaz Al-Makhtuthat Wa At-Turats Wa Al-Watsa’iq, Kuawit, 1414 H, , hal 287

[2] Lihat Hasyiyah Ash-Shawi Al-Maliki

[3] Lihat At-Itqan Fi Ulum Al-Qur’an Lis-Suyuthi, Mujamma’ Malik Fahd, KSA,  Jilid 1 hal 675

[4] Lihat Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an, Manna’ Al-Qatthan, Maktabah Wahbah, hal 285

[5] Lihat An-Nukat Wa Al-Uyun, Al Imam Al-Mawardi,Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, Lebanon,t.t., Juz 6, Hal. 334

[6] Lihat Tafsir  Al Imam As-Syafi’I, Disertasi Dr. Ahmad Ibn Musthafa Al-Farran, Dar Al-tadmuriyah, Riyadh, 1427 H, hal. 1461

[7] Lihat Tafsir Al-Baidhawi, Dar Ihya Al-Turats Al-Arabi, Beirut, tt, Jilid 5 hal 336

[8] Lihat Ad-Dur Al-Mantsur Lis Suyuthi, Dar Al-Fikr, t.t., juz 8, hal 621

[9] Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim Libni Katsir, Dar Ibn Al-Jauzi, 1431 H, Juz 7, hal 648

Donasi PKH